Pilihan Tuhan Tak Mungkin Salah: Chapter 1

Minggu, 07 Oktober 2012
Next... Masuk chapter 1.. Lagi seret ide, gan. Maaf kalo jelek. Check it out!


FLASHBACK

Hanya detak jarum detik yang mengisi keheningan. Sesekali kulirik jam dinding tua itu. Pukul 10.30 malam, berarti sudah hampir 2 jam aku terbaring di sofa ini, menunggu ayah pulang. Mataku mulai sayu, sesekali kututup mata untuk istirahat sejenak. Namun aku tak boleh sampai ketiduran, aku harus tetap terjaga.

Belakangan ini ayah sering pulang terlambat. Beliau juga tampak berbeda, dia menjadi jarang sekali berbicara pada ibu. Hal ini sudah berlangsung hampir sebulan. Entah mengapa. Apa yang salah dari ibu? Selama 15 tahun kami hidup bersama. tak pernah kulihat yang seperti ini. Aneh, memang. Ayah seperti sedang menyelidiki sesuatu, beliau kelihatannya mencurigai ibu, entah mengapa.

Pikirku pun melayang, mengembara kepada hal yang tak pasti. Aku khawatir ini masalah yang serius. Untuk itulah aku menunggu ayah pulang. Aku ingin melontarkan semua pertanyaan yang selama ini menggangguku. Aku ingin tahu apa yang terjadi di antara mereka.

Terdengar langkah kaki menuruni tangga. Sontak aku menengok ke arah sumber suara. ternyata ibu. Beliau mungkin khawatir mengapa anaknya belum tidur juga. Aku bangun dan membenarkan posisiku, ibu duduk di sebelah. Tangannya mulai membelai rambutku. Tangan itu adalah tangan yang selama 15 tahun membesarkan anaknya.

"Andi, kok belum tidur juga? Kan udah malem, sayang," tanya ibu sembari membuka percakapan.

"Nanti aja, Bu. Aku lagi nunggu ayah pulang"

"Tapi kalo kamu sakit gimana? Lagian juga kamu hari ini aktivitasnya padet. Pasti dah capek banget. Udah, tidur sana."

Sebenarnya aku tak mau beranjak, namun aku tak ingin membantah jua. Akhirnya aku bangkit dan menuju tempat tidur. Sebelumnya kusempatkan mengucap selamat malam pada ibu. Beliau hanya tersenyum.

***

Aku terbangun akibat kegaduhan dari atas. Kulirik jam weker, pukul 1.30 dini hari. Dari atas terdengar seorang pria seperti sedang membentak-bentak. Juga diiringi isak tangis seorang wanita. Tak perlu waktu lama untukku menyadari siapa di balik kegaduhan ini. Tanpa pikir panjang aku pun bergegas keluar, menaiki tangga, menuju kamar orangtuaku. Sesampainya di depan pintu, telinga kupasang baik-baik untuk menguping. Setalah beberapa lama, aku terkejut. Aku tak percaya apa yang baru saja kudengar.

Tubuhku mulai melemas, dan akhirnya pasrah meringkuk di depan pintu. Kedua kaki kupeluk sehingga daguku menyentuh lutut. Aku masih tak percaya apa yang baru saja kudengar. Bahwa aku bukan anak ayahku.

Bersambung...

------ ------ ------

Alright, cuma segitu yang ane bisa kali ini... Kritik dan saran yang membangun selalu diterima.

0 komentar:

Posting Komentar