Cinta dan Harapan: Chapter 1

Jumat, 17 Juni 2011

Chapter 1-nya di dalam, gan. 


Namaku Ahmad Hadi Alfiansyah, pendek saja Hadi. Aku bekerja di salah satu gedung tinggi di sudut kota Jakarta. Berbeda dengan orang lain, diriku mengayuh sepeda ontel tua untuk pergi bekerja. Hal ini semata-mata kulakukan bukan hanya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, tetapi untuk mengenang almarhum kakekku pula. Ya, kakek memberikan sepeda ini sebagai hadiah ulang tahunku yang ke-13. Aku sangat menyayanginya,hanya dirinya yang mengerti akan diriku. Kakek pula yang mengajarkanku nilai-nilai kehidupan, semangat bekerja, atau sekadar kata-kata bijak. Sekarang beliau sudah tak ada, semoga engkau diterima di sisi-Nya.

Kukayuh sepeda ontel itu dengan semangat pagi. Menyusuri jalan raya Jakarta yang sesak dengan deru mesin-mesin perusak lingkungan. Dalam diriku aku bertanya,”Apa hanya diriku seorang yang masih peduli akan lingkungan?” Sekian lama aku mengayuh, tiba-tiba diriku berhenti di depan taman kecil. Taman yang indah, masih tak berubah sejak saat itu. Perlahan kucoba buka satu-persatu memori akan taman kecil ini. Ya, aku ingat satu hal. Dulu taman ini adalah saksi bisu sebuah janji setia dua sejoli, aku dan dia. Ingatanku mulai terangkat ke permuakaan. Masa-masa yang indah itu, senyum manisnya, tangannya yang lembut. Sebenarnya tak ingin kulupakan, masa-masa indah diriku dengannya.

15 TAHUN YANG LALU…

“Hadi, kau kah itu?”
Kudengar suara wanita memanggil namaku dari kejauhan. Walau wajahnya tak terlihat jelas dalam kepekatan malam, tapi aku masih dapat mengenali suaranya. Dia adalah Ajeng, wanita yang telah mencuri hatiku semenjak duduk di bangku SMP. Ya, aku yakin itu dirinya. Dia terlihat anggun berjalan di bawah sinar rembulan.

“Mengapa lama sekali? Kamu terlambat 2 menit, Ajeng,” tanyaku dengan senyum, membuka percakapan.

Ajeng menggeleng keheranan, “Ya ampun, hanya 2 menit saja kan, Hadi? Tak masalah dong.”

“Terlambat tetaplah terlambat, Jeng,” kataku pelan. Aku memang tidak menyukai orang yang tidak tepat waktu. Namun untuknya, kubuat pengecualian.

“Ya sudah, maaf. Maaf ya, Hadi,” pinta Ajeng dengan senyum manisnya. Bodohlah diriku jika tak memaafkan senyum manis itu.

“Baiklah baiklah. Apa pun kesalahanmu pasti kumaafkan, kok.” Aku mulai mengambil sebuah kalung berinisialkan huruf A dari saku kemejaku. “Ini, untukmu, Ajeng. Aku hanya ingin kamu berjanji akan setia padaku sampai nafas terakhirmu,” pintaku penuh harap.

Ajeng terkejut, “Benar ini untukku? Wah, sudah lama kamu nggak memberiku hadiah ya, hehe.”

Dia mulai mendekati diriku. Betapa terkejutnya aku, ternyata dia memelukku. Tangan mungilnya terasa lembut. Pelukan ini, tak akan pernah kulupakan. 

“Aku janji, Hadi. Tak ada yang boleh memisahkan kita,” ujar Ajeng pelan, masih dalam pelukan.

Ingin rasanya waktu berhenti saat ini. Diriku tenggelam dalam pelukannya. Aku merasa dunia hanya berisi kami berdua saja, berpelukan di bawah sinar rembulan. Tak pernah kurasakan diriku sedekat ini dengannya.

Bersambung…

Oke, ane bisanya segini doang. Lanjutannya akan dibawakan oleh Fidel yaa… Komennya ya, kawan… :D

4 komentar:

  1. Jehan Kalonika mengatakan...:

    bagus, tp aku krang srek yg pragaraf ke 1 & 2 hhehe, posisi kalimatnya kurang pas, selebihnya bagus kok hehehe..

  1. Al-Fardi mengatakan...:

    iya Je, orang abis bikin langsung aplot tanpa edit wkwkwk... lain kali di edit dulu dah :D

  1. Fidel Hadi mengatakan...:

    Ane aja than masalah edit meng-edit.
    kirim ke email ane aja gan.

  1. Al-Fardi mengatakan...:

    Oke gan. Yang mana?

Posting Komentar